Pantaskah Lombok Terus Dianak-emaskan?




Melihat tajuk berita ini tentu banyak yang bersyukur, infrastruktur strategis kita di NTB makin diperhatikan. Analisis tentang Lombok sebagai "bali kedua" semakin mendekati kenyataan. Konsep "ada gula ada semut" tentu tetap berlaku di dunia perencanaan kota dan wilayah. Dimana ada pusat-pusat ekonomi baru, di situ pula kunjungan dan investasi berpotensi meningkat.

Namun pertanyaannya sekarang: "why always Lombok? Apakah NTB hanya Lombok?". Kenapa bukan jembatan raksasa penghubung Lombok dan Sumbawa yang didahulukan?" Ini pertanyaan yang sering terdengar dalam beberapa tahun terakhir, di sela menguatnya hasrat Pulau Sumbawa untuk memekarkan diri menjadi provinsi sendiri. 

Apakah ini berbicara ego kedaerahan? Tidak juga. Sebab, usulan pemekaran itu memang sudah digodok di tingkat legislator pusat. Data terbaru yang saya dapatkan dalam Daftar Usulan Pembentukan Daerah Otonom Baru (CDOB) 2025 oleh DPR Pusat, bahwa salah satu calon provinsi baru yang menjadi pokok bahasan adalah Provinsi Pulau Sumbawa (Kota Bima, Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat) dengan Sumbawa Besar sebagai Ibukota.

Pantas jika banyak yang berharap bahwa akses antara kedua pulau ini harus segera diperkuat, karena menyangkut konektivitas regional antara NTB - PPS - NTT nantinya. Hal ini juga tentu memperkuat kawasan segitiga eksotik seperti SAMOTA, kawasan KEK Mandalika, dan sejenisnya. Pemerintah harus memikirkan daerah yang selama ini lebih minim sentuhan, ketimbang yang sudah berkembang. Bukankah itu yang namanya pemerataan pembangunan?

Perlu analisis kecil-kecilan untuk menjustifikasi apakah memang sudah tepat Tol Lembar-Kayangan diprioritaskan lebih dahulu ketimbang Jembatan Kayangan-Tano, yang bisa saja menjadi ikon "buah bibir" oleh banyak kalangan.

Aspek Konektivitas
Jalan tol Lembar-Kayangan akan memperkuat konektivitas internal lombok, mempercepat logistik barang dan manusia di bidang pariwisata, yang selama ini memang sudah akan "lepas landas". Sedangkan Tol Laut Kayangan - Tano akan menyatukan dua pulau dalam satu provinsi (bahkan beda provinsi, nantinya) secara permanen dan mengurangi ketergantungan terhadap kapal Ferry yang akhir-akhir ini siklusnya mulai "angin-anginan".

Aspek Dampak Ekonomi
Jalan tol Lembar-Kayangan akan mempercepat distribusi barang dan manusia dari Pelabuhan Lembar ke pusat pengiriman ekspor (Pelabuhan Kayangan). Sedangkan Tol Laut Kayangan - Tano akan membuka akses darat permanen dari Jawa-Bali-Lombok-Sumbawa-hingga ke timur Indonesia.

Aspek Biaya Investasi
Biaya investasi untukembangun Tol Lembar-Kayangan memang jauh lebih kecil. Secara teknis pun akan lebih sederhana karena pekerjaan praktis dilakukan murni di daratan. Sedangkan jembatan atau Tol Laut Kayangan - Tano akan memakan biaya investasi super jumbo, dengan teknis pekerjaan yang berada di laut. Risiko dapat berasal dari struktur laut, bencana perairan, dan desain yang tidak paten.

Aspek Waktu Implementasi
Selain biaya, waktu implementasi jauh sangat jomplang. Waktu pelaksanaan Tol Lembar-Kayangan pasti lebih cepat. Sedangkan jembatan atau Tol Laut Kayangan - Tano lebih panjang karena butuh studi teknis dan izin lingkungan yang sangat kompleks dan berlarut-larut.

Aspek Pemerataan
Tol Lembar-Kayangan berpotensi menguatkan geliat ekonomi internal Pulau Lombok. Sedangkan Jembatan Kayangan-Tano lebih luas meningkatkan akses kesetaraan wilayah timur (Sumbawa, Bima, Dompu) terhadap pusat aktivitas regional.

Aspek Aplikatif
Tol Lembar-Kayangan akan menjadi solusi cepat terhadap kemacetan dan keterlambatan logistik di Pulau Lombok. Sedangkan jembatan atau Tol Laut Kayangan - Tano akan menjadi alternatif revolusioner untuk ketergantungan terhadap Fery yang selalu bermasalah dalam segi cuaca dan lonjakan penumpang.

Lalu dari beberapa poin tersebut, mana dari keduanya yang harus didahulukan?

Jadi untuk jangka pendek Tol Lembar - Kayangan akan lebih tepat diaplikasikan, karena berkaitan dengan waktu, biaya, dan teknis pengerjaan. Pembangunan ini akan menjawab tantangan dan permasalahan jangka pendek hingga menengah. Sedangkan Jembatan Laut Kayangan - Tano tetap jadi solusi revolusioner untuk jangka panjang. Menghubungkan Pulau Lombok dan Sumbawa secara langsung tanpa terputus akan juga membuka kran arus logistik dari Jawa ke NTT dengan signifikan, yang sangat bermakna bagi pemerataan wilayah.

Jadi, penting untuk membagi tahapan keduanya dalam master plan jangka panjang. Misalnya Tahap 1 (2025–2030) pemerintah akan fokus pada pembangunan Tol Lembar–Kayangan, didukung oleh infrastruktur pendukung seperti dry port, kawasan industri, dan simpul logistik. Sedangkan Tahap 2 (2030–2045) dapat dilanjutkan dengan perencanaan dan pembangunan Jembatan Laut Kayangan–Poto Tano secara bertahap.

Maka, dengan asumsi tingkat korupsi negara kita berkurang drastis tiap tahunnya, kita berharap cita-cita negara untuk mewujudkan kesejahteraan yang merata bagi seluruh bangsa dapat tercapai dengan mengagumkan, termasuk wilayah kita di timur ini. Bismillah!

Penulis

Villesian
Father of Two Beloved Son|| Bureaucrat|| Urban and Regional Planner (Master Candidate)|| Content Writer|| Content Creator|| Reading Holic|| Obsesive, Visioner, and Melankolis Man||

Posting Komentar