Bikin Kota Bima Jadi Kece: Panduan Santai Menuju Kota Layak Huni



Pernah nggak sih kamu mikir, kenapa ada kota yang bikin kita betah tinggal di sana, sementara ada juga kota yang rasanya pengen cepet-cepet kabur darinya? Ternyata ada kata kunci di balik itu semua. Menurut artikel dari Urban Design Lab, kota yang benar-benar layak huni di tahun 2025 bukan cuma soal tersedianya pekerjaan dan rumah murah aja. Yang penting itu kota harus bikin warganya merasa aman, nyambung sama komunitas, dan bisa berkembang di semua fase hidup.


Nah, ada tiga hal kunci yang bikin kota jadi nyaman banget: aksesibilitas (gampang ke mana-mana), walkability (enak buat jalan kaki), dan ruang terbuka hijau (taman dan area hijau yang cukup). Ketiga hal ini seperti tiga sekawan yang harus kompak biar kota jadi hidup dan menyenangkan.

Tiga Pilar Kota Kece ala Indonesia

1. Aksesibilitas: Semua Bisa Kemana-mana dengan Mudah

Bayangin, kamu mau ke mana aja di kota bisa dengan gampang; mau naik bus, jalan kaki, atau bahkan pakai kursi roda. Itulah yang namanya aksesibilitas. Di Indonesia, konsep ini udah diatur ketat lewat berbagai aturan.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2020 jadi aturan utama yang menjamin semua orang, termasuk teman-teman disabilitas, bisa akses tempat umum dengan nyaman. Ada juga aturan teknis dari Kementerian PUPR yang mengatur mulai dari lebar trotoar, tinggi ramp, sampai posisi tombol lift - semuanya dibikin dengan standar yang jelas.

2. Walkability: Jalan Kaki Jadi Menyenangkan

Siapa bilang jalan kaki itu membosankan? Kalau kotanya didesain dengan baik, jalan kaki malah bisa jadi aktivitas yang seru dan sehat. Di Indonesia, pemerintah udah bikin Pedoman Walkability Index yang mengukur seberapa nyaman dan aman jalan kaki di suatu kawasan.

Fasilitas untuk pejalan kaki dibagi jadi dua: yang utama (trotoar dan zebra cross) dan yang pendukung (lampu jalan, bangku taman, peneduh). Kota yang walkable biasanya juga punya transportasi umum yang oke dan mixed-use development - jadi dalam satu area ada rumah, toko, kantor. Semuanya dekat.

3. Ruang Terbuka Hijau: Paru-paru Kota yang Segar

UU Nomor 26 Tahun 2007 dengan tegas bilang: setiap kota harus punya minimal 30% ruang hijau dari total wilayah. Ini dibagi jadi 20% ruang hijau publik (taman kota, hutan kota) dan 10% ruang hijau privat (halaman rumah, taman perusahaan).

Ada standar yang jelas berapa luas taman yang dibutuhkan berdasarkan jumlah penduduk:
  • Setiap 250 orang butuh taman 250 m²
  • Setiap 2.500 orang butuh taman 1.250 m²
  • Dan seterusnya sampai kota besar.
Bima Sekarang: Potret Singkat

Kota Bima di ujung timur Pulau Sumbawa punya visi yang keren: jadi "Kota yang maju, bermartabat dan berkelanjutan". Dengan luas 222,25 km² dan 5 kecamatan, Bima punya potensi besar tapi juga tantangan yang tidak sedikit.

Sayangnya, masih ada beberapa PR besar seperti infrastruktur yang belum optimal, kualitas lingkungan yang menurun, dan pembangunan yang belum sesuai tata ruang.

Problem Transportasi: Angkot Makin Sedikit

Ini nih yang bikin sedih. Dulu Kota Bima punya sekitar 200 angkot, di tahun 2015 tinggal 40 unit saja yang masih jalan! Kini di tahun 2025, 10 tahun kemudian, malah sudah nyaris tak terlihat angkot sama sekali. Kenapa? Karena orang-orang lebih milih punya motor dan mobil sendiri atau naik ojek online.

Pemerintah Kota Bima sebenarnya sudah berusaha mengajak investor buat bikin transportasi umum yang layak, tapi masih susah karena jalanannya belum mendukung dan penumpangnya masih dikit. Padahal Bima punya 3 terminal: Terminal Dara (yang besar), Terminal Kumbe dan Terminal Jatibaru (yang lebih kecil).

Jalan Kaki: Masih Mimpi?

Beda sama kota besar kayak Bogor yang sudah punya 6 ribu meter pedestrian, Kota Bima masih dalam tahap planning untuk bikin jalur pejalan kaki yang kece. Ada rencana bikin pedestrian bergaya industrial modern di beberapa tempat strategis kayak Taman Niu dalam perencanaan tersebut.

Yang menarik, Pemerintah Kota Bima punya konsep waterfront city di kawasan Pantai Lawata dan Amahami. Coba bayangin, jalan-jalan santai di tepi pantai dengan pedestrian yang nyaman - pasti seru sekali kan?

Ruang Hijau: Ada yang Udah Oke, Ada yang Perlu Ditambah

Kabar baiknya, Kota Bima udah punya RTH seluas 2.531,83 ha dengan taman kota seluas 6,20 ha. Di Kecamatan Rasanae Barat aja, RTH-nya udah 17,48 ha - lebih dari standar yang dibutuhkan untuk 34.143 penduduk.

Ada Taman Rekreasi di Median Amahami/Lawata (7,34 ha) dan Hutan Kota (10,14 ha) yang bisa jadi andalan. Tapi masih perlu kerja sama yang lebih baik antara masyarakat dan pemerintah, plus fasilitas yang lebih lengkap.

Resep Bikin Bima Jadi Kota Idaman

Strategi Aksesibilitas: Transportasi yang Bikin Nyaman

  1. Hidupkan Lagi Transportasi Umum
Mengacu PP Nomor 42 Tahun 2020, Bima bisa bikin sistem Bus Rapid Transit (BRT) atau bahkan Light Rail Transit (LRT) yang nyambung sama terminal-terminal yang udah ada. Investasinya besar sih, tapi kalau berhasil bisa menarik investor swasta.

      2. Sambungkan Semua Moda Transportasi

Bayangkan kalau Bandara Sultan Muhammad Salahuddin, Pelabuhan Bima, dan semua terminal tersambung dengan transportasi yang terintegrasi. Konsep TOD (Transit-Oriented Development) ini bisa bikin akses ke mana-mana jadi gampang semua.

Strategi Walkability: Jalan Kaki Jadi Lifestyle

  1. Bangun Pedestrian yang Nyambung
Pakai Pedoman Walkability Index, Bima bisa bangun jaringan pedestrian yang menghubungkan pusat kota dengan perumahan. Prioritas pertama: Jalan Soekarno-Hatta dan kawasan waterfront yang udah direncanakan.

      2. Mixed-Use Development: Semua Deket

Bikin kawasan yang dalam satu area ada rumah, toko, kantor, restoran - jadi nggak perlu jauh-jauh kalau mau apa-apa. Konsep ini pas sekali untuk diterapkan di kawasan Amahami dan pusat kota.

Strategi Ruang Hijau: Bikin Kota Makin Hijau dan Sejuk
  1. Green Network: Taman yang Nyambung
Sambungkan semua RTH yang udah ada jadi jaringan hijau lewat koridor hijau sepanjang sungai dan jalur utama. Konsep resilient city ini penting buat adaptasi perubahan iklim yang makin nggak predictable.

      2. Kelola Bareng Masyarakat

Terapkan sistem pengelolaan RTH berbasis masyarakat seperti analisis SWOT. RT/RW bisa jadi unit pengelola terkecil - jadi semua warga ikut bertanggung jawab merawat taman di lingkungannya.

Integrasikan Ketiga Pilar: One Stop Living

  1. Transit-Oriented Green Development
Gabungkan pengembangan RTH dengan titik-titik transit. Jadi di sekitar terminal dan halte bus ada taman yang nyaman buat nunggu. Konsep ini bikin ruang publik yang aksesible dan walkable sekaligus.

      2. Smart City yang Ramah Pengguna

Manfaatkan teknologi smart city buat monitoring kualitas udara, info transportasi real-time, dan aplikasi navigasi khusus pejalan kaki. Bayangkan kota punya aplikasi yang bisa kasih tahu jalur pedestrian terbaik, kondisi udara di sepanjang jalan, sampai jadwal bus, oke kan?

Kesimpulan: Bima Bisa Jadi Contoh!

Bikin Kota Bima jadi kota layak huni memang butuh usaha dan waktu, tapi bukan hal yang mustahil. Dengan tiga pilar utama - aksesibilitas, walkability, dan ruang hijau - yang diimplementasikan secara bertahap dan konsisten, Bima bisa jadi model kota kece di Indonesia Timur.

Yang paling penting, semua pihak harus terlibat: pemerintah, swasta, dan masyarakat. Kota yang livable bukan cuma soal infrastruktur fisik, tapi juga soal menciptakan komunitas yang solid dan peduli sama lingkungan.

Copenhagen jadi kota paling livable di dunia bukan dalam semalam - butuh puluhan tahun investasi konsisten dalam infrastruktur yang people-centered, transportasi berkelanjutan, dan ruang hijau yang melimpah. Bima punya potensi yang sama, tinggal bagaimana kita semua bekerja sama mewujudkan visi "maju, bermartabat, dan berkelanjutan" lewat implementasi konsep kota livable yang disesuaikan dengan karakter lokal Bima.


Penulis

Villesian
Father of Two Beloved Son|| Bureaucrat|| Urban and Regional Planner (Master Candidate)|| Content Writer|| Content Creator|| Reading Holic|| Obsesive, Visioner, and Melankolis Man||

Posting Komentar